Apa yang anda bayangkan tentang Guru?
Mungkin setiap orang memiliki asumsi yang berbeda-beda mengenai profesi guru. Kita pun sepertinya pernah memiliki pengalaman masa lampau tentang suatu tanggapan mengenai guru. Dahulu, ketika kita masih menjadi seorang murid, kita pasti pernah memiliki spekulasi bahwa pekerjaan seorang guru itu sangat mudah, bahkan istilahnya kelewat mudah dari profesi apapun. Mungkin di bawah ini adalah contoh sebagian dari kita tentang ungkapan mengenai profesi guru, :
"tugas guru tuuuh ceteekk, tinggal kasih tugas ke murid trusss santaiii dehhh...."
"emmm....ntar klo udah besarrr mau jadi guru ah, ga perlu cape-cape kerja..."
Pernyataan-pernyataan di atas sungguh memiliki alasan yang tidak mendasar, pada kenyataannya bahwa tugas seorang guru itu luarrrrrrr biasa sulitnya, menguras tenaga lahir maupun batin, menguras energi fisik maupun rohani....bahkan sepertinya lagu dari cita citata bertajuk SAKITNYA TUHHH DI SINI kerap di dengung-dengungkan saat kesulitan tersebut menghampiri.
Tugas guru adalah mendidik dan mengajari murid, berusaha untuk meng-ubah murid dari yang asalnya tidak tahu menjadi tahu. Selain itu, penanaman sikap pun (afektif) harus senantiasa ditanamkan oleh guru kepada murid-murid. Belum lagi guru harus senantiasa berhadapan dengan berbagai tingkah laku anak yang berbeda-beda, murid-murid yang bermasalah, serta kemampuan anak yang pastinya dalam sebuah kelas tidak akan merata. Dari sanalah faktor utama mengapa guru-guru banyak menderita penyakit batin, bahkan bisa pula mengarah kepada penyakit streess. Selain itu, peran orang tua pun ikut andil, mereka seakan mendoktrin bahwa anak-anak mereka harus berhasil di tangan seorang guru, tanpa berpikir bahwa sesungguhnya orang tua itu sendirilah yang berperan sebagai guru utama anak-anak mereka.
Selanjutnya, guru pun rawan sekali terkena penyakit lahir, contohnya: ketika pulang mengajar, guru tidak serta merta bisa bebas begitu saja, ada beberapa syarat administrasi yang harus diselesaikan, seperti mengerjakan rencana program pembelajaran, silabus, program semester, program tahunan serta berbagai nilai-nilai tugas murid yang setiap harinya menumpuk di atas meja, masih untung jika hanya mengajar satu kelas saja, lantas apa kabarnya untuk guru-guru yang mengajar di beberapa kelas dengan kuota anak-anak perkelasnya yang lebih banyak?.
Tak sedikit guru-guru menjadi kian stress ketika dihadapkan pada pekerjaan mereka yang menggunung, Dengan kinerja waktu yang bisa menyita waktu kehidupan mereka, ditambah lagi dengan kesejahteraaan mereka dari pemerintah yang sangat minim sekali, khususnya untuk guru-guru honorer, hal ini tidak seimbang dengan proses kinerja mereka yang menyita banyak waktu.
di Indonesia, profesi seorang guru masih dianggap sebelah mata, orang Indonesia memiliki pandangan bahwa profesi tersebut tidak menjanjikan dan kurang menutupi kebutuhan hidup, bahkan tak sedikit pula di antara orang-orang Indonesia yang merendahkan profesi seorang guru. Beda halnya di negara lain, contoh nya di negara jepang, apresiasi mereka terhadap kesejahteraan seorang guru begitu sangat besar sekali, kita mungkin pernah sama-sama tahu mengenai sejarah pemboman nagasaki dan hirosima yang menimpa negara gempa bumi tersebut, kehancuran jantung kota mereka tidak serta merta meluluh lantahkan warga-warga di dalamnya, bahkan hal pertama yang mereka tanyakan pasca pemboman tersebut adalah "berapa lagi jumlah guru yang masih hidup?", warga jepang memiliki anggapan bahwa guru adalah profesi yang sangat berpengaruh di antara profesi lain dalam hal perkembangan suatu bangsa, mencerdaskan penerus bangsa serta penentu masa depan bagi warga-warga suatu bangsa. Selain itu, kesejahteraan dari segi finansial pun sangat luar biasa terdukungi, sehingga tidak ada istilah bahwa seorang guru melakukan profesi lain demi tambahan kebutuhan hidupnya. orang Jepang bangga menjadi guru, mereka bangga memiliki guru dan mereka akan selalu menghormati seorang guru.
Entah apa yang terjadi di negara ini, apakah ini benar-benar terjadi hanya di Indonesia saja, atau berlaku pula di negara-negara lain. Kebebasan guru menjadi demikian terbatasi, terutama dalam hal mendidik anak, peserta didik seakan-akan memanfaatkan sebuah norma yang berlaku di negeri ini, yaitu tentang HAM dan Kekerasan, sehingga yang terjadi bahwa mereka terkadang banyak ber-ulah terhadap guru pada saat pembelajaran berlangsung, bersikap se-enaknya kepada guru karena pada dasarnya mereka tahu bahwa guru tidak akan serta merta mencegah mereka, karena mereka telah mengantongi norma-norma tadi, mereka bisa serta merta melaporkan seorang guru tentang norma-norma HAM dan Kekerasan. Pada akhirnya, gerak langkah guru menjadi mkian menyempit, sehingga yang terjadi guru hanya bertugas mengajar dalam hal materi pelajaran saja, selebihnya tidak. maka dari itu, jangan salahkan guru jika kebanyakan anak-anak penerus bangsa ini memiliki nilai Nol dalam moral.
Itulah gambaran seorang guru, terlebih dari itu, seorang guru yang baik adalah guru yang mampu mampu menyeimbangi dari semua kesulitan-kesulitan yang ada, tetap bersabar dan berpegang pada prinsip untuk menjadi seorang guru yang baik.
Tugas guru *adalah* mendidik dan mengajari murid, berusaha untuk meng-ubah murid dari yang asalnya tidak tahu menjadi tahu. Selain itu, penanaman sikap pun (afektif) harus senantiasa ditanamkan oleh guru kepada murid-murid
ReplyDelete